Tabungan maaf

Sudah lama dia menunda untuk meminta maaf. Kalo bukan karena 'kurang sempat', ya mungkin disebabkan oleh kondisi yang 'kurang mendukung'. Begitulah dia meyakinkan dirinya. Setiap kali dia gagal menyampaikan surat maafnya, dia menyimpannya sebagai sebuah catatan. Siapa tahu suatu hari dia bisa menyampaikan kata-kata maafnya itu kepada yang bersangkutan.


Dalam hati ia berkata, "Semoga esok saya bisa mengatakannya".


Esok tiba, dan dia gagal lagi mengutarakannya. Bertambahlah satu tabungan kata-kata maafnya. Terulang lagi keesokan harinya dan begitu seterusnya. Hingga menumpuk catatannya.


Di suatu hari yang cerah, dia memantabkan niat.

"Akan kuantarkan catatan-catatan itu satu persatu. Kali ini aku yakin sekali!" Lalu tiba-tiba ada perampok yang mengambil segalanya dan membakar catatan-catatannya. Lalu perampok itu memasukkan dia dan menguncinya dalam sebuah kotak selebar tubuhnya dan sepanjang 20 centi lebih panjang dari tinggi badannya.


Si perampok memasukkan sebuah kertas bertuliskan dua buah kalimat, "Maafkan aku dengan catatan-catatanmu. Tunggulah disitu sampai aku menemuimu."